Hari ini tepat satu tahun berada di Korea. Sibuk? Itu pasti. Capek? Tentu saja. Senang? Ada. Sedih? Juga ada.
Satu hal positif: saya jadi menemukan satu kesenangan baru di sini, yaitu menulis. Kalo diingat-ingat lagi, dari kecil memang saya suka mengarang cerita. Senang sekali mengkhayal tentang cerita binatang, lalu menuliskannya di sebuah buku (yang sekarang sudah hilang entah ke mana). Selain cerita binatang, ada juga satu kebiasaan yang aneh, yaitu mengarang soal-soal pelajaran sekolah dengan menggunakan mesin ketik konvensional (yang ada ‘kereta api’-nya dan cukup berisik). Soal-soal tersebut saya buat, lalu saya jawab sendiri. Aneh dan konyol memang.
Seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang kegiatan mengarang jadi lebih mudah dan cepat. Bisa langsung dilakukan di depan komputer. Jika salah ketik, bisa dihapus dan diperbaiki dengan mudah. Kalo dengan mesin tik zaman dulu, begitu salah ketik harus ganti kertas. Sekarang juga sudah bisa bikin blog. Cerita yang kita buat bisa dipercantik dengan gambar-gambar atau bahkan video, sehingga orang gak bosen membacanya. Kemudian cerita tersebut juga bisa kita publish di dunia maya sehingga semua orang di seluruh dunia bisa membacanya. Cukup menyedihkan kalo zaman sekarang orang masih malas menulis.
Banyak orang bilang: “Menulis adalah rekreasi batin”. Di saat orang-orang gak mau tau apa pendapat kita, apa opini kita, apa curahan hati kita, dan di saat kita tidak menemukan tempat untuk “melepaskan energi”, berbagi cerita dengan orang lain (karena mereka mungkin terlalu sibuk dan tidak punya waktu untuk kisah kita atau mungkin mereka hanya tertarik dengan kisah mereka sendiri), maka menulis adalah tempat pelepasan energi yang terbaik, tempat pelarian yang menyenangkan, dan tempat pencurahan isi hati yang mengasyikkan. Tidak ada orang yang bisa mencegah atau memprotes apa yang sedang kita ekspresikan. Saat menulis, kita sedang berenang di samudra imajinasi yang luas dan bebas hambatan.
Mengutip pernyataan sastrawan legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Ini semakin meyakinkan saya untuk terus menulis, memberi energi baru untuk tetap berkarya, dan melenyapkan rasa takut akan penolakan orang lain. Terkadang kita tidak berani menulis karena takut diremehkan orang lain, takut dianggap menggurui, atau takut diabaikan (tidak dibaca sama sekali) oleh orang lain. Namun seringkali, ketakutan adalah saudara karib dari kesombongan.
Menulis itu berbagi. Menulis itu memimpin. Menulis itu menginspirasi.
Korea Selatan, 15 Agustus 2013
Menulis itu bebas kamu mau ngomong apa, terserah! Sak karepmu! Haha 😀
Kadang setiap coretan kecil ituu sngat mampu mengurangi beban yg saat ini mnyiksa prsaanmu.. Maka dri itu jdikan ksdihanmu mnjdi sbuah crta yg bnar bnar reall dlm hdpmu.