Prinsip Hidup Basuki dari Kitab Suci

Tiga tahun terakhir namanya begitu ramai diperbincangkan. Hampir setiap hari sepak terjangnya di dunia politik dan pemerintahan menghiasi media massa, baik di dalam maupun luar negeri. Sosoknya begitu kontroversial: banyak kawan, begitu juga lawan; yang mana merupakan ciri khas orang yang benar-benar sukses dan berpengaruh. Setelah begitu banyak yang dilakukannya untuk Jakarta, kiprahnya harus terhenti sementara waktu akibat vonis kontroversial terkait penodaan agama.

Hari ini, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-51, ribuan bahkan jutaan orang merindukan kehadirannya, baik di layar kaca, di sosial media, maupun di Balai Kota. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengenang kembali kisah perjuangannya yang begitu menginspirasi. Langsung saja tanpa basa-basi, inilah 7 prinsip hidup Basuki Tjahaja Purnama yang didasari oleh Kitab Suci:

Prinsip 1: Mati adalah keuntungan

Beberapa kali kita mendengar Basuki mengatakan dengan sangat tegas, “Nyawa pun saya berikan untuk Jakarta!” Demi terwujudnya ibukota yang bersih dari korupsi, beliau rela memberikan hidupnya; sepenuh waktu, tenaga, dan pikirannya didedikasikan untuk transformasi Jakarta, yang bisa dibilang merupakan kunci untuk transformasi Indonesia. Prinsip ini memang bisa dibilang gila dan tidak biasa, mengingat biasanya orang (baca: pejabat) justru takut mati dan ingin selama mungkin menikmati kekuasaannya. Namun, Basuki memang beda. Memang beliau bukanlah superman atau manusia setengah dewa, tapi di dalam dirinya terkandung “DNA” atau karakteristik juru selamat, yaitu rela berkorban demi menyelamatkan orang lain, terutama kaum yang lemah. Yang dimaksud “mati” di sini tentu tidak hanya mati secara fisik, tapi juga mati bagi kepentingan diri sendiri. Tidak ada ambisi pribadi untuk memperkaya diri sendiri, tetapi yang terutama adalah pengabdian bagi bangsa dan negara; serta yang lebih utama, yaitu hidup untuk Tuhan.

Karena bagiku hidup adalah Kristus  dan mati adalah keuntungan.

(Filipi 1:21)

Prinsip 2: Tuhan yang berdaulat, Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil

Masih teringat jelas pernyataan Basuki di hadapan media setelah pengumuman hasil Pilkada putaran kedua yang lalu, “Percayalah, kekuasaan itu Tuhan yang kasih dan ambil!” Tentu tidak mudah mengeluarkan pernyataan seperti ini, dengan begitu tenang dan percaya diri, dalam suasana kekalahan yang tentu mengecewakan banyak pihak yang telah mati-matian mendukungnya. Namun, sikap yang ditunjukkan Basuki menunjukkan kematangan akhlaknya. Beliau menerima kekalahan dengan lapang dada dan jiwa besar, padahal ada sinyal yang cukup kuat bahwa kekalahannya sebagian besar diakibatkan oleh isu-isu SARA dan primordialisme, yang mana tidaklah fair dan objektif. Ibarat dalam kompetisi menyanyi, pemenang ditentukan bukan karena kualitas suara dan penampilannya yang bagus, tapi karena etnis dan agamanya sama dengan dewan juri dan penontonnya. Tentu menyakitkan, bukan? Namun, ada hikmah di balik semua yang telah terjadi. Setidaknya publik kini bisa melihat dan meneladani kebesaran hati Basuki, dan sejarah mencatat, tanpa bisa dihapuskan kembali, bahwa ada seorang negarawan yang tetap beriman pada Tuhan ketika dihadapkan pada kenyataan yang pahit sekalipun.

Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali  ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!

(Ayub 1:21)

Prinsip 3: Orang-orang miskin selalu ada di antara kita

Motivasi utama Basuki masuk dunia politik adalah untuk membantu orang miskin, yang mana hanya bisa dilakukan secara luas dan maksimal jika seseorang memegang kekuasaan (menjadi pejabat). Salah satu kebijakan Pemprov DKI dalam mengadministrasi keadilan sosial adalah dengan menyediakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), bagi warga yang direlokasi karena penggusuran. Dasar dari kebijakan ini disampaikan oleh Basuki, “Orang miskin pasti akan selalu ada di Jakarta. Sampai kita mati, sampai kiamat pun pasti ada.” Jika demikian, apakah berarti bahwa kita tidak perlu memerangi kemiskinan? Tentu tidak. Ada kemiskinan yang disebabkan oleh kemalasan, namun ada juga yang disebabkan oleh kondisi politik, yaitu karena ketidakadilan, lemahnya penegakan hukum serta korupsi para penguasa. Inilah kemiskinan yang harus kita perangi bersama, yang mana peperangannya kini tidak lagi dipimpin oleh Basuki.

Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu,  tetapi Aku (Yesus) tidak akan selalu ada pada kamu.

(Yohanes 12:8)

Prinsip 4: Pemimpin yang melayani 

Dalam memimpin Jakarta, Basuki menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat. “Kami adalah pelayan warga DKI. Rakyat adalah bos kami,” demikian pernyataan beliau bersama wakilnya, Djarot Saiful Hidayat, dalam salah satu debat cagub DKI beberapa waktu yang lalu. Lalu siapakah rakyat yang dimaksud? Faktanya, tidak semua rakyat menyukai beliau, bahkan hasil akhir Pilkada menunjukkan bahwa ternyata mayoritas bukanlah pemilih Basuki-Djarot. Penulis mencoba menafsirkan di sini, bahwa “rakyat” yang dimaksud adalah orang-orang yang membutuhkan, kaum yang tertindas dan terpinggirkan, yang selama ini menanti-nantikan pemimpin yang bisa membawa keadilan dan kemakmuran bagi warganya. Dalam tangis dan jeritan rakyat kecil inilah kita bisa menemukan “suara hati” Sang Pencipta. Prinsip pemimpin pelayan (servant leader) ini sejalan dengan teladan yang telah diajarkan oleh Yesus, yang tertulis dalam ayat berikut:

Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

(Matius 20:26-28)

Prinsip 5: Kekuasaan sebagai ujian karakter

Ketakutan terbesar Basuki adalah ketika sebagai pejabat beliau tidak bisa amanah (dipercaya oleh rakyatnya). Dalam hidup, beliau berprinsip bahwa nama baik lebih berharga daripada harta kekayaan atau kekuasaan, sesuai dengan ayat berikut:

Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.

(Amsal 22:1)

Selain itu, Basuki juga berpedoman pada teori Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke-16, yang menyatakan bahwa “untuk menguji karakter seseorang, berikan ia kekuasaan.” Hal ini mengacu pada kebiasaan orang-orang yang masuk ke dunia politik, menjadi pejabat, dan kemudian tidak dipercaya lagi karena mereka terjebak dengan politik uang dan bagi-bagi sembako untuk meraih kekuasaan. Artinya? Menjadi pejabat bukanlah hal yang mudah. Untuk menjadi penguasa, seseorang harus tahan uji; ia harus kuat mental dan memiliki karakter yang jujur, berintegritas, serta bertanggung jawab. Ia harus siap menderita dan bekerja keras sepenuh hati, jiwa, raga.

Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.

(Lukas 12:48)

Kekuasaan adalah kepercayaan dari Tuhan, yang diwakilkan oleh rakyat. Dengan demikian, pemerintah memiliki tanggung jawab lahir batin pada rakyat di kehidupan sekarang dan pada Tuhan di kehidupan yang akan datang. Karena itulah, pejabat disumpah setia mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara serta pada Pemberi kekuasaan sebelum mulai menjalankan tugasnya.

Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.

(Lukas 16:10)

Prinsip 6: Mengabdi pada Tuhan, bukan uang

Menurut Basuki, “Akar dari permasalahan bangsa ini adalah korupsi, karena orang terlalu cinta uang.” Hal ini sejalan dengan ayat berikut ini:

Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

(1 Timotius 6:10)

Jika motivasi kita menjadi pejabat adalah karena ingin kaya, lebih baik jangan jadi pejabat! Kalau ingin kaya, jadi pengusaha atau pedagang saja, yang jelas-jelas orientasinya adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya. Lagipula, kalau dipikir-pikir, untuk apa sebenarnya jadi orang kaya? Apakah agar kita bisa lebih tenang karena segala kebutuhan kita pasti akan terpenuhi? Apakah agar kita tidak perlu lagi berharap-harap cemas pada Tuhan karena kita sudah memiliki segalanya? Bukankah fakta menunjukkan hal yang sebaliknya: orang-orang yang tidak tenang, ketakutan, tidak bisa tidur, terlibat pertikaian, dsb. justru kebanyakan adalah mereka yang memiliki harta materi berlimpah? Ada baiknya kita belajar dari apa yang disampaikan Rasul Paulus berikut ini:

Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.

(1 Timotius 6:17)

Jadi bagaimana? Dalam hidup ini kita memerlukan “pegangan” atau “sandaran”, setidaknya untuk memberikan ketentraman batin, walau untuk sementara waktu. Apakah jerih lelah kita bekerja selama ini hanya karena dimotivasi oleh uang? Dengan menumpuk kekayaan yang besar, apakah kita bisa lantas memastikan keamanan, kedamaian, dan kebahagiaan dalam rumah tangga kita? Siapakah sumber kehidupan kita yang sesungguhnya? Siapa yang terus kita kejar dalam hidup ini? Uang atau Tuhan?

Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.

(Matius 6:24)

Prinsip 7: Jangan kuatir dalam menjalani hidup

Suatu ketika, ada yang bertanya pada Basuki apakah beliau tidak kuatir ada yang menembaknya mati. Jawab beliau, “Mati kan di tangan Tuhan? Kalau kamu memang harusnya mati muda mau bilang apa? Memang kamu takut bisa membuat tidak jadi mati? Kalau kekuatiran bisa membuat saya jadi panjang umur, saya mau kuatir. Tapi kan enggak? Jadi buat apa takut?” Rupanya inilah jawaban mengapa Basuki tidak takut dibunuh. Beliau percaya hidup-mati ada di tangan Tuhan, yang telah berkata dengan jelas pada murid-muridNya, sesuai yang tertulis di ayat berikut:

Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

(Matius 6:25-34)

Demikianlah, sedikitnya 7 prinsip hidup Basuki dari Kitab Suci. Semoga menginspirasi.

Selamat ulang tahun, Bapak Basuki Tjahaja Purnama. Terima kasih atas karya pengabdianmu, kebesaran jiwamu, dan ketulusan hatimu dalam perjuanganmu mengadministrasi keadilan sosial. Walaupun daerah kerjamu sebatas DKI, namun dampak kerjamu seluas Indonesia, bahkan inspirasimu menjangkau dunia!

Kiranya Tuhan selalu melimpahkan berkat rohani dan jasmani bagi Pak Basuki dan keluarga. Tetap BTP (bersih, transparan, profesional) dan MERDEKA!

Vancouver, Juni 2017

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s