Banyak orang enggan bercerita tentang dirinya sendiri. Alasannya bermacam-macam, entah karena tidak percaya diri bahwa kisah hidupnya cukup menarik atau penting untuk diceritakan, takut dinilai sombong atau narsis, takut diabaikan atau diremehkan orang lain, dsb. Apalagi ketika cerita tersebut disampaikan dalam bentuk tulisan. Hanya sekilas melihat banyaknya kata-kata, banyak orang lalu malas melanjutkan untuk membaca. “Gak ada waktu, emang gue pikirin?” Begitulah kira-kira reaksi beberapa orang. Well, saya pun pernah ada di posisi beberapa orang tersebut. Faktanya memang demikian, tidak banyak orang yang sungguh-sungguh peduli dengan cerita kita. Namun, hari ini, bertepatan dengan hari ulang tahun yang ke-sekian, saya memberanikan diri untuk menulis tentang diri saya sendiri (dalam bentuk tanya-jawab), walaupun saya sadar akan segala resikonya: ditolak atau bahkan dimusuhi orang lain.
Singkat cerita, bagaimana masa lalu anda?
Saya dilahirkan di keluarga Kristen, rajin ke Sekolah Minggu, termasuk siswa berprestasi di sekolah, tapi ada kekosongan di hati saya. Sejak kecil tertarik dengan hal-hal spiritual, berusaha merumuskan Sang Pencipta dengan otak kecil ini. Namun, rasa frustrasi-lah yang saya temukan. Lalu saya berusaha mengisi kekosongan di hati saya dengan ‘mencicipi’ berbagai macam kenikmatan dunia. Bisa dibilang saya adalah penjahat di masa lalu. Saya adalah pembunuh (karena berulangkali saya ‘membunuh’ orang lain lewat perasaan iri hati, dengki, kebencian, amarah, dll.), pencuri (karena berungkali saya ‘mencuri’ berkat atau kesenangan orang lain dan memakainya untuk kesenangan pribadi), dan pezinah (karena berungkali saya ‘berzinah’ dengan pikiran laki-laki saya). Di luar kelihatannya baik-baik saja, tapi sebenarnya banyak sekali masalah hati yang saya alami.
Tapi anda tidak pernah membunuh, mencuri, dan berzinah secara fisik kan? Kenapa menganggap diri anda penjahat?
Bagi saya tidak ada bedanya, karena semua kejahatan itu pertama-tama muncul dari dalam hati. Jika yang di dalam kotor, maka cepat atau lambat akan muncul ke permukaan. Ibarat bom waktu, tinggal menunggu untuk meledak.
Lalu bagaimana kondisi anda sekarang? Apakah masa lalu masih mempengaruhi hidup anda hari ini?
Bersyukur sekali sejak kecil orangtua mengenalkan saya dengan seorang Pribadi, yaitu Yesus Kristus. Dia-lah yang mengubahkan saya hari demi hari. Di dalam Dia-lah saya semakin mengenal diri saya sebagai makhluk ciptaanNya. Dia yang menebus segala kejahatan saya dan mengangkat saya jadi anakNya. Dia-lah yang membenarkan saya walaupun tak terhitung banyaknya pelanggaran dan kesalahan yang sudah saya buat. Di dalam Dia, saya dibebaskan dari segala macam perasaan bersalah dan tertuduh. Saya diselamatkanNya bukan karena perbuatan baik dan usaha/kerja keras saya, melainkan karena rahmat (belas kasihan) dan anugerah (pemberian cuma-cuma) dari-Nya.
Kalau begitu, apa pandangan anda tentang hidup itu sendiri?
Hidup itu anugerah. Kita datang ke dan akan pergi dari dunia ini tanpa membawa apa-apa. Walau seolah-olah semuanya sia-sia, tapi sesungguhnya hidup itu berharga. Hidup kita bukan tentang diri kita sendiri, tapi tentang Dia yang telah menciptakan kita. Tidak ada produk/barang yang diciptakan untuk dirinya sendiri, tapi ia diciptakan untuk suatu tujuan, yaitu agar berguna bagi orang yang memakainya dan membuat senang pencipta-nya. Demikian juga manusia diciptakan untuk berguna bagi orang lain dan menyenangkan hati Sang Pencipta.
Menurut anda bagaimana caranya menyenangkan hati Sang Pencipta?
Hidup menurut kehendakNya.
Apa kehendakNya?
Supaya kita mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan; serta mengasihi manusia ciptaanNya seperti diri sendiri. Kedengarannya sederhana, tapi dalam prakteknya sungguh-sungguh tidak mudah. Mengapa? Karena manusia cenderung mengasihi dirinya sendiri terlebih dahulu. Pergumulan terbesar manusia adalah bagaimana menaklukkan dirinya sendiri.
Terdengar seperti kontradiksi. Di satu sisi, manusia harus mengasihi sesama seperti dirinya sendiri. Tapi di sisi lain, manusia juga harus menaklukkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa kita mengasihi diri sendiri, tapi menaklukkannya juga di saat yang bersamaan?
Yesus menyediakan jawabannya. Caranya adalah dengan mati bagi diri sendiri. Dia ingin agar setiap orang yang percaya kepadaNya memikul salib (penderitaan) nya masing-masing, menyangkal dirinya, dan mengikuti Dia. Ketiga hal ini HARUS dilakukan SETIAP HARI. Untungnya, Yesus tidak cuma menyediakan jawaban teoritis, tapi Dia juga mempraktekkan apa yang diajarkanNya. Dia telah rela mati disalib bagi dosa-dosa manusia.
Jadi, setiap orang harus mati bagi dirinya sendiri? Kalau begitu, apa manfaatnya? Kesannya sudah susah-susah diciptakan, tapi akhirnya harus dimusnahkan juga.
Benar, menurut Yesus, setiap orang harus mati bagi dirinya sendiri jika ia ingin hidup bagi Tuhan. Kita tidak bisa hidup untuk diri sendiri dan hidup untuk Tuhan secara bersamaan, karena seringkali keinginan diri sendiri berlawanan dengan keinginanNya. Untungnya, Yesus tidak hanya mati dan dikuburkan, tetapi Dia akhirnya bangkit dan hidup kembali. Siapa yang membangkitkanNya? Allah Bapa. Di sinilah manfaatnya. Jika kita rela mati bagi kepentingan diri sendiri, maka Allah Bapa akan mengaruniakan kebangkitan dan hidup bagi kita. Dan hidup yang baru ini sungguh amat berbeda dari hidup yang lama. Hidup baru yang sepenuhnya dipersembahkan untuk Sang Pencipta. Hidup yang penuh arti, dibebaskan dari semua kesia-siaan dan kehampaan. Hidup dalam kedamaian dan kepuasan sejati yang hanya sanggup diberikan oleh Sang Pencipta. Masalahnya, banyak orang takut mati. Banyak juga orang yang takut rugi: mereka kuatir jangan-jangan Tuhan tidak mampu membangkitkan setelah mereka terlanjur mati. Di sinilah pentingnya iman, yaitu percaya walaupun belum melihat buktinya. Iman bahwa Yesus telah menang atas maut dan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya kematian bukan lagi hal yang menakutkan. Yesus adalah jawaban bagi dua pertanyaan (misteri) terbesar dalam hidup manusia, yaitu: penderitaan dan kematian.
Baiklah, mungkin kita sudah terlalu jauh menyimpang dari topik pembicaraan semula. Tadinya saya hanya ingin bertanya tentang masa lalu anda, tapi malahan saya mendengar ceramah anda. Let’s back to the topic. Sekarang, apa keinginan anda di masa depan?
Pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Keinginan saya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Tapi jika anda ingin tahu bidang apa yang ingin saya geluti di masa depan, saya bisa memberikan gambaran umumnya, yaitu: pendidikan, meliputi science dan arts (music).
Apa yang mendorong ketertarikan anda untuk berkarya di pendidikan (science dan arts)?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan peradaban manusia. Melalui pendidikan (science dan arts) saya memiliki kesempatan lebih besar untuk bersentuhan dengan manusia, tidak hanya otaknya tapi juga hatinya.
Baik, sekarang pertanyaan terakhir (agar tanya-jawab ini tidak menjadi sebuah novel). Jika seandainya hanya ada satu permintaan saja dalam hidup ini, apa yang akan anda minta?
Hati yang murni. Bagi saya, hal ini sangat penting sekali karena hati adalah sumber kehidupan. Apapun yang saya kerjakan selalu dimulai dari hati, dan apa yang terpancar ke luar selalu berasal dari dalam. Berungkali saya bermasalah dengan hati saya ketika saya menyimpan iri hati, cemburu, kemarahan, kebencian, kemunafikan, motivasi yang salah, dsb. Akibatnya, yang keluar adalah hal-hal yang menyakiti atau menghancurkan hati orang-orang di sekitar saya. Seringkali di dalam diri ini banyak sekali terjadi peperangan batin. Saya benar-benar lelah dengan semuanya itu. Sampai sekarang saya masih terus berjuang untuk menjaga hati ini agar tetap tulus dan murni setiap hari.
Bagaimana caranya?
Menyadari bahwa usaha saya sebagai manusia sangat terbatas, saya memerlukan pertolongan Tuhan yang tak terbatas. Bersyukur sekali, di dalam Yesus saya menjadi ciptaan baru. Dia memberikan hati yang baru. Manusia batiniah saya selalu diperbarui dari hari ke hari. Kalau hari ini kotor, besok Dia bersihkan dengan Firman-Nya. Kotor lagi, dibersihkan lagi. Demikian seterusnya. Dia mengampuni segala kejahatan saya dan membebaskan saya dari semua perasaan bersalah karena pelanggaran-pelanggaran saya di masa lalu. Bukan berarti bahwa saya sudah sempurna sekarang. Justru sebaliknya, saya masih terus bergumul dengan masalah hati hingga hari ini. Namun saya bersyukur karena saya tidak sendirian sebab Bapa selalu hadir untuk menolong. Saya tidak tahu bagaimana harus berterimakasih kepada Bapa selain dengan memberikan hati ini kepadanya. Manusia melihat apa yang di depan mata, tapi Bapa melihat sampai kedalaman hati. Karena itu, tidak ada cara lain untuk membuat Bapa senang selain dengan menjaga hati ini dan mempersembahkannya kepadaNya.

Happy birthday, Philip! Such a thoughtful way to “celebrate” one’s birthday: a pilgrimage into one soul *jempol*